Efisiensi Jarak Tanam Tembakau (Nicotiana tabaccum) dan Kacang hijau (Vigna radiata L.) Dalam Sistem Tumpang Sari diLahan Kering Nusa Tenggara Barat
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teknologi
di bidang pertanian padasaat ini perlu diusahakan semaksimalmungkin dalam
rangka meningkatkankesejahteraan masyarakat, usaha yang dilakukan antara lain
melalui ekstensifikasi,intensifikasi, serta pengembangan usaha taniterpadu
berpola agribisnis, yang didukungoleh faktor sosial, fisik dan biologi.
DiIndonesia bentuk usaha tani bermacam-macam, tetapi kemampuan petani
untukmelaksanakan belum begitu baik karenadipengaruhi oleh beberapa hal antara
lain:sempitnya lahan usaha, teknik budidayamasih bersifat tradisional,
kekurangan modaldan keterampilan petani.Dalam
pemilihan suatu pola usaha
tani ini, seorang
petani tidak dapat begitu
saja memilih cabang-cabang usaha taninya tanpa
pertimbangan hubungan satu sama lain.
Tanaman yang berbeda musim
tumbuhnya tentu membutuhkan
zat hara yang
berlainan dan memerlukan perhatian yang
berbeda pada saat-saat yang berbeda
pula sepanjang tahun.
Salah satu cara
untuk meningkatkan pangan
adalah mengatur pola pertanaman (cropping system). Selain itu,
untuk menjaga tingkat kesuburan dan
produktifitas tanah, maka
masalah pola pertanaman
merupakan masalah pokok yang harus diperhatikan dan dipecahkan oleh para
ahli pertanian. Besarnya pendapatan yang diterima petani melalui kegiatan
usahatani banyak ditentukan oleh perilaku petani dalam memilih jenis cabang
usahatani sertamempengaruhi faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien
mungkin.Pendapatan petani secara tidak langsung dipengaruhi oleh keadaan iklim,
namun juga oleh harga produk yang seringkali mengalami perubahan yang
drastis.Cara-cara penggunan lahan
usaha tani secara lebih
produktif antara lain dengan
mengusahakan lebih dari
satu jenis tanaman pada
sebidang lahan yang
sama.Usahatani tumpang sari
ialah dua jenis tanaman
atau lebih yang
diusahakan bersama-sama pada satu
tempat dalam waktu yang sama,
dengan jarak tanam yang teratur, sehingga dikenal istilah yang disebut tumpang
sari tanaman. Pola
tanam ini dianggap mampu mengurangi
resiko kerugian yang disebabkan fluktuasi
harga, serta menekan biaya
operasional seperti tenaga
kerja dan pemeliharaan tanaman.Selain itu, perkembangan pola
tanam tumpang sari diharakan mampu
mendukung program pemerintah dalam
memperkuat ketahanan pangan
nasional.
Sistem
tumpang sari dapat meningkatkanproduktivitas lahan pertanian jika jenis-jenis
yangdikombinasikan dalam sistem ini membentuk interaksi yang
menguntungkan.Sistem tanamtumpang sari mempunyai banyak keuntungan yangtidak
dimiliki pada pola tanam monokultur. Beberapa keuntungan pada pola tumpang sari
antaralain: 1) akan terjadi peningkatan efisiensi (tenagakerja, pemanfaatan
lahan maupun penyerapansinar matahari), 2) populasi tanaman dapat diatursesuai
yang dikehendaki, 3) dalam satu arealdiperoleh produksi lebih dari satu
komoditas,4) tetap mempunyai peluang mendapatkan hasilmanakala satu jenis
tanaman yang diusahakangagal, dan 5) kombinasi beberapa jenis tanamandapat
menciptakan stabilitas biologis sehinggadapat menekan serangan hama dan
penyakit sertamempertahankan kelestarian sumber daya lahan dalam hal ini
kesuburan tanah.
Daerah Nusa Tenggara Barat merupakan
salah satu propinsi yang
terletak pada Kawasan Timur Indonesia (KTI) memiliki luas wilayah
20.153,15 Km2 atau seluas 20.153.150 Hektar yang terdiri dari 2 (dua) pulau
besar, yaitu Pulau Lombok dengan luas wilayah 4.738,70 Km2 (23,51 %) dan
Pulau Sumbawa dengan luas wilayah 15.414,45 Km2 (76,49 %) serta
memiliki iklim relatif kering terutama di wilayah Pulau Sumbawa.Kesejahteraan petani di daerah lahan kering relatif masih rendah dibanding petani lahan irigasi. Pengembangan teknologi pertanian di lahan kering yang merupakan konsentrasi petani miskin juga lebih tertinggal dan kurang mendapat prioritas. Demikian juga dukungan kelembagaan dan ketersediaan sarana/prasarana, serta akses informasi untuk petani di lahan kering kurang berkembang. Kondisi ini semakin menempatkan mereka semakin terpuruk dalam perangkap kemiskinan.
terletak pada Kawasan Timur Indonesia (KTI) memiliki luas wilayah
20.153,15 Km2 atau seluas 20.153.150 Hektar yang terdiri dari 2 (dua) pulau
besar, yaitu Pulau Lombok dengan luas wilayah 4.738,70 Km2 (23,51 %) dan
Pulau Sumbawa dengan luas wilayah 15.414,45 Km2 (76,49 %) serta
memiliki iklim relatif kering terutama di wilayah Pulau Sumbawa.Kesejahteraan petani di daerah lahan kering relatif masih rendah dibanding petani lahan irigasi. Pengembangan teknologi pertanian di lahan kering yang merupakan konsentrasi petani miskin juga lebih tertinggal dan kurang mendapat prioritas. Demikian juga dukungan kelembagaan dan ketersediaan sarana/prasarana, serta akses informasi untuk petani di lahan kering kurang berkembang. Kondisi ini semakin menempatkan mereka semakin terpuruk dalam perangkap kemiskinan.
Kacang hijau merupakan
salah satu tanaman
pangan penting dunia
termasuk di Indonesia,
selain gandum dan
padi. Kebutuhan kacang hijau
untuk bahan pangan, pakan
dan industri terus
meningkat. Impor kacang hijau
Indonesia dalam dua
tahun terakhir sudah
mencapai 6,27 ribu ton
(Anonim, 2009). Salah
satu upaya yang
dapat menunjang peningkatan produksi
adalah pemanfaatan lahan kering
yang cukup luas
dan tersebar di hampir
semua kabupaten di Indonesia.
Data Badan Pertanahan
Nasional tahun 2005, menunjukkan bahwa
luas lahan kering
di Indonesia sekitar 75
juta hektar yang
tersebar di berbagai daerah (Anonim
2007). Untuk memaksimalkan pemanfaatan lahan
kering diperlukan tanaman kacang hijau sebagai tanaman sela
yang mempunyai kelebihan antara lain
umur relatif pendek
sehingga dapat memanfaatkan ketersediaan
air secara efisien dan dapat bersinergis positif dengan
tanaman kacang hijau apabila
ditumpang sarikan.
Permasalahan
lahan kering adalah keterbatasan kandungan air tanah yang sangat tergantung
pada curah hujan,
sehingga produktifitas
tanaman di lahan
kering secara umum relatif
rendah. Di samping
itu, kehilangan air melalui
evaporasi dan transpirasi
tanaman tinggi disebabkan sistem
budidaya yang kurang
tepat (Premachandra, 2008). Selain ketersediaan lahan kering yang
relatif luas, hujan yang turun pada setiap tahun dapat pula dipandang sebagai
potensi dan anugerah
sehingga apabila dikelola dengan
baik maka dapat memberikan manfaat terhadap peningkatan
produksi tanaman khususnya kacang hijau
dan kacang hijau
pada lahan kering.
Tembakau merupakan
komoditi yang penting
bagi Indonesia. Dari
segi ekonomis, tembakau telah
memberikan sumbangan yang
cukup besar bagi pendapatan negara.
Dari segi lain,
yaitu penciptaan lapangan kerja,
tembakau telah mampu menyerap
ratusan ribu tenaga
kerja baik dalam kegiatan
produksi, pengolahan, perdagangan, industri
sigaret kretek maupun
pengangkutan. Usahatani tembakau
sering mengalami kerugian
sehingga petani sudah memulai
tindakan spekulatif dengan
menanam tembakau dengan pola
tanam tumpangsari.petani tembakau sangatbergantung dengan tembakau
karena memberikankontribusi bagi pendapatan rumah tanggalebih dari 70%.Sebagai
langkah awal untukpengembangan kacang hijau di daerah pertembakuanmaka perlu
dilakukan uji coba penanaman kacang hijau melalui sistem tumpang saridengan
tembakau.
Hal
ini bertujuan agar petanitetap tidak meninggalkan komoditas tembakauselain itu
dapat memperoleh pendapatan darikomoditas lain. Disamping itu,
Penyimpangan/anomali cuaca, akibat fenomena
alam seperti El-nino dan La-nina yang
sering terjadi menyulitkan
petani dalam penentuan waktu tanam sehingga
seringkali usahatani ini mengalami kerugian.Sementara itu,penetapan prakiraan musim
kering dan hujan
oleh BMG di wilayah penanaman tembakau masih sering terjadi penyimpangan yang
signifikan.
Berdasarkan
latar belakang dan permasalahan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui model tumpang sari yang paling efisien terhadap hasil kacang hijau
dan tembakau.
1.2. Tujuan
Penelitian
1. Untuk
mendapatkan pola tumpangsari tembakau dan kacang hijau dengan
teknik efisiensi
jarak tanam di lahan kering daerah Nusa Tenggara Barat.
2.
Mengoptimalkan pemanfaatan lahan, mengurangi degradasi lahan, mengurangi resiko kegagalan dari salah satu
komoditas dan meningkatkan penghasilan petani.
1.3. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan menjadi solusi bagi
petani supaya dapat menghindari kerugian total terhadap tanaman yang sedang
dibudidayakannya dan dapat meningkatkan hasil produksi.
1.4. Hipotesis
Diduga
dengan meningkatkan efisiensi jarak tanam dapat meningkatkan hasil
produksi \tanaman dalam sistem tumpang
sari.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Tumpang Sari
Pola tanam
merupakan bagian atau
subsistem dari sistem
budidaya tanaman, maka dari sistem budidaya tanaman ini dapat
dikembangkan satu atau lebih sistem
pola tanam. Pada
sistem budidaya tanaman
di sawah tadah
hujan dapata dilakukan
pola tanam tunggal, Dapat pula
ditanam beberapa macam
tanaman dengan sistem
tumpangsari. Pola tanam
ini diterapkan dengan
tujuan memanfaatkan sumberdaya
secara optimal dan
untuk menghindari resiko
kegagalan. Syarat yang
penting dalam tumpangsari
adalah persyaratan tumbuh antara
kedua tanaman atau
lebih terhadap lahan
yang digunakan, hendaknya
mendekatai kesamaan, walaupun
seringkali pola tanam ini
diterapkan pada lingkungan
yang kurang stabil,
misalnya hara, air dan sinar
matahari (Hanum, C. 2009).
Ketika suatu lahan pertanian
ditanami denga lebih dari satu jenis tanaman, maka pasti akan terjadi interaksi
antara tanaman yang ditanam. Interkasi yang terjadi dapat saling menguntungkan
(cooperation) dapat juga berlangsung saling menghambat (competition). Dengan
demikian, kultur teknis yang harus diperhatikan pada pola tanam tumpang sari
adalah jarak tanam, populasi tanaman, umur tiap tanaman, dan arsitektur
tanaman. Morfologi dan fisiologi tanaman juga harus diperhatikan. Kesemuanya
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil untuk masing-masing tanaman yang
akan ditumpangsarikan. Dalam pola tanam tumpangsari, diusahakan untuk menanam
jenis tanaman yang tidak satu family. Hal ini dimaksudkan untuk memutus mata
rantai pertumbuhan dan ledakan populasi hama dan patogen karena untuk jenis
tanaman yang satu family memiliki kecenderungan untuk diserang oleh hama dan
patogen yang sama. Pada prinsipnya, pemilihan jenis tanaman dan kultur teknis
yang dilakukan harus menunjukkan usaha untuk memaksimalkan kerjasama dan
meminimalkan kompetisi pada tanaman-tanaman yang dibudidayakan (Barbosa, P.
2008)
Kesalahan dalam menentukan jenis
tanaman yang akan ditumpangsarikan dapar membuat yang sebenarnya menjadi
kelebihan pola tanam tumpangsari menjadi kelemahan tumpang sari. Kompetisi
antar tanaman yang terlalu tinggi membuat hasil untuk tiap tanaman menjadi
sangat kecil yang berakibat pada nilai kesetaraan lahan yang kurang dari 1.
Selain itu, dapat juga terjadi kesulitan pengendalian hama dan patogen karena
tanaman yang ditumpangsarikan memungkinkan hama dan patogen menjadi inang untuk
keduanya. Tidak jarang, biaya untuk perawatan tanaman tumpang sari juga lebih
mahal karena harus merawat lebih dari satu jenis tanaman (Balittas. 2006)
Collins
dan Hawks (1993), mengemukakan bahwa
populasi dan jarak antar tanaman sangat menentukan tingginya laju pertumbuhan
dan tingkat produktivitas lahan. Jumlah tanaman dan pengaturan jarak tanam di
lahan harus diatur sedemikian rupa, sehingga sistem perakaran dapat
memanfaatkan unsur hara tanah secara maksimal.Demikian pula kanopi tanaman
sedapat mungkin menutupi tanah, agar mampu menangkap energi matahari yang
cukup.Susunan daun juga jangan terlalu rapat, karena kemungkinan berpengaruh
jelek pada hasil mutu yang disebabkan oleh penaungan yang berlebihan. Tanaman
tembakau yang ditanam terlalu rapat akan menghasilkan daun kering yang tipis,
warna kuning lemah, aroma yang kurang kuat, kandungan pigmen coklat dan
alkoloid yang rendah.
2.2
Tembakau
Tembakau termasuk
golongan tanaman semusim,
dalam dunia pertaniantergolong dalam tanaman perkebunan.
Tembakau diklasifikasikan sebagai berikut;
Divisio :
Spermatophyta
Sub divisio :
Angiospermae
Class :
Dicotyledoneae
Ordo :
Personatae
Famili :
Solanaceae
Genus :
Nicotiana
Spesies :
Nicotiana tabaccum. L.
(Abdul Kahar Muzakir, 2009)
Tanaman tembakau memiliki akar tunggang, jika
tanaman tumbuh bebaspada tanah yang
subur terkadang dapat
tumbuh sepanjang 7,5
cm. Selain akartunggang terdapat
bulu-bulu akar dan
akar serabut. Akar
tanaman tembakaukurang tahan
terhadap air yang
berlebihan karena dapat
mengganggupertumbuhan akar bahkan tanaman dapat mati. Batang tanaman
tembakau berbentuk agak
bulat, batangnya agak
lunaktetapi kuat; makin
ke ujung semakin
kecil. Ruas-ruas batang
mengalamipenebalan yang ditumbuhi
daun; batang tanaman
tidak bercabang atau
sedikitbercabang. Pada setiap
ruas batang selain
ditumbuhi daun juga
ditumbuhi tunasyang disebut tunas
ketiak daun. Diameter batang sekitar 5 cm.Daun tembakau berbentuk lonjong atau
bulat, tergantung pada varietasnya.Daun
yang berbentuk bulat
lonjong ujungnya berbulat
runcing, sedangkanberbentuk bulat
ujungnya berbentuk tumpul.
Daun memiliki tulang-tulangmenyirip, bagian
tepi daun agak
bergelombang dan licin.
Ketebalan daun yang berbeda-beda, tergantung
varietas budidaya. Daun
tumbuh
berselang-selingmengelilingi
batang tanaman. Daun
memiliki mulut daun
yang terletak merata.Jumlah daun dalam satu tanaman 28-32
helai (Cahyono, 1998).
Tembakau telah
menjadi komoditas strategis nasional yang berkontribusi bagi pemasukan negara
dan kesejahteraan petani. Meski demikian, saat ini produksi tembakau belum
memenuhi kebutuhan industri. Disinilah, perlunya program kemitraan petani
dengan perusahaan/pabrikan rokok untuk peningkatan produksi dan kualitas
tembakau serta kesejahteraan petani.Berdasarkan catatan Asosiasi Petani
Tembakai Indonesia (APTI), produksi tembakau selama beberapa tahun terakhir
masih di bawah 200.000 ton, sedangkan permintaan pasar telah mencapai lebih
dari 300.000 ton. Selisih tersebut terpaksa harus dipenuhi melalui impor.
2.3
Kacang Hijau
Kacang hijau dikenal dengan
beberapa nama, seperti mungo, mung bean, green bean dan mung. Di Indonesia, kacang hijau juga memiliki beberapa
nama daerah, seperti artak (Madura), kacang wilis (Bali), buwe (Flores),
tibowang candi (Makassar). Tanaman
kacang hijau termasuk suku (famili) Leguminosae yang banyakvarietasnya.
Kedudukan tanaman kacang hijau dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom :
Plantae
Divisi :
Spermatophyta
Subdivisi :
Angiospermae
Kelas :
Dicotyledonae
Ordo :
Leguminales
Famili :
Leguminosae
Genus : Vigna
Spesies : Vigna radiata L.
Susunan tubuh
tanaman (morfologi) kacang hijau terdiri atas akar, batang, daun, bunga, buah,
dan biji. Perakaran tanaman kacang hijau bercabang banyak dan membentuk
bintil-bintil (nodula) akar. Batang
tanaman kacang hijau berukuran kecil, berbulu, berwarna hijau
kecokelat-cokelatan, atau kemerah-merahan; tumbuh tegak mencapai ketinggian 30
cm-110 cm dan bercabang
menyebar ke semua arah. Daun tumbuh majemuk, tiga helai anak daun per tangkai.
Helai daun berbentuk oval dengan ujung lancip dan berwarna hijau .Bunga kacang hijau berkelamin sempurna
(hermaphrodite), berbentuk kupu-kupu, dan berwarna kuning. Buah berpolong,
panjangnya antara 6 cm-15 cm. Tiap polong berisi 6-16 butir biji. Biji kacang
hijau berbentuk bulat kecil dengan bobot (berat) tiap butir 0,5 mg-0,8 mg atau
per 1000 butir antara 36 g -78g, berwarna hijau sampai hijau mengilap. Biji
kacang hijau tersusun atas tiga bagian, yaitu kulit biji, kotiledon, dan embrio. Tanaman kacang hijau termasuk
multiguna, yakni sebagai bahan pangan (bijinya), pakan ternak (limbahnya), dan
pupuk hijau (limbahnya). Dalam tatanan makanan sehari-hari, kacang hijau
dikonsumsi sebagai bubur , sayur (taoge), dan kue-kue .(Rukmana, 1997)
Kacang hijau merupakan sumber gizi, terutama
protein nabati. Kacang hijau(Vigna radiata) diyakini berasal dari wilayah
India-Burma di Asia Tenggara, kemudian
diintroduksikan ke wilayah lain dunia. Tanama kacang hijau liar Vigna
vexillata, adalah tanaman merambat yang
tumbuh liar di
kaki pegunungan Himalaya dan
bagian utara India, tetapi
kadang-kadang juga dibudidayakan. Namun,
bentuk liar V. radiate
belum pernah ditemukan
walaupun spesies moyang liarnya
telah diidentifikasi di India,
yang merupakan daerah
produksi utama (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Sampai
saat ini perhatian masyarakat
terhadap kacang hijau
masih kurang. Kurangnya perhatian
ini diantaranya disebabkan
oleh hasil yang
dicapai per hektarnya masih rendah. Di samping itu, panen kacang hijau ini harus dikerjakan
beberapa kali. Peningkatan produksi kacang
hijau dilakukan dengan
cara memperbaiki kultur teknis
petani, mendapatkan varietas yang produksinya tinggi dan masak serempak, serta
peningkatan usaha pasca panen (Rukmana, 1997)
Tanaman
kacang hijau dari segiagronomis memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan tanaman
kacang-kacanganlainnya. Kacang hijau lebih tahan kekeringan,hama dan penyakit
yang menyerang relative sedikit, dipanen pada umur 55-60 hari, dapatditanam
pada tanah yang kurang subur,budidayanya mudah serta harga jual yanglebih
tinggi dan stabil bila ditinjau dari segiekonomi.Keunggulan varietas kacang
hijaunasional (murai) potensi hasil tinggi, bijiberkualitas baik, warna hijau
kusam, adaptasiluas, tahan bercak daun (Cercospora).Varietas kacang hijau lokal
asal MalukuTenggara memiliki keragaman antar dandalam varietas yang bermanfaat
danpotensial, dapat beradaptasi pada kondisiyang tidak menguntungkan,
produksinyastabil namun rendah dan merupakan plasmanutfah potensial.
Kacang hijau
di Indonesia menempati
urutan ketiga terpenting
sebagaitanaman pangan legum,
setelah kedelai dan
kacang tanah. Penggunaan kacanghijau
sangat beragam, dari
olahan sederhana hingga
produk olahan teknologiindustri. Produk
terbesar hasil olahan
kacang hijau di
pasar berupa taoge(kecambah), bubur, makanan bayi,
industri minuman, kue, bahan campuran soundan
tepung hunkue. Kacang hijau
juga dimanfaatkan sebagai bahan
makanan,kacang hijau juga mempunyai manfaat sebagai tanaman penutup
tanah dan pupukhijau. Kandungan
gizi dalam 100
g kacang hijau
meliputi karbohidrat 62,9
g,protein 22,2 g, lemak 1,2 g juga mengandung Vitamin A 157 U, Vitamin
B1 0,64g, Vitamin C 6,0 g dan mengandung 345 kalori (Mustakim, 2012).
Masih rendahnya
produksi dan produktivitas
yang dicapai petani
dalampengembangan budidaya kacang
hijau disebabkan oleh
teknik budidaya yangbelum optimal, pemupukan dan persediaan
air kurang memadai, adanya seranganhama dan penyakit, serta adanya gangguan gulma yang merupakan pesaing darikacang hijau.
Pengaruh yang merugikan
dari gulma terhadap
tanaman budidayadapat berupa persaingan
dalam pemanfaatan unsur
hara, air, cahaya
serta ruangtempat tumbuh.
Kemampuan persaingan antara
tanaman dengan gulmadipengaruhi oleh
jenis gulma, kerapatan
gulma, saat dan
lamanya persaingan,cara budidaya,
dan varietas yang ditanam serta tingkat kesuburan tanah. (Supeno A dan Sujudi,
2005)
Ekspor
kacang hijau masih
sedikit, tetapi volume impor cenderungmeningkat, apabila
rata-rata kebutuhan kacang
hijau sekitar 2,5 kg
perkapitapertahun maka kebutuhan kacang hijau adalah 12.117,28 ton pertahun,
sehinggamasih terdapat peluang
penambahan permintaan (Supeno
dan Sujudi, 2002).Menurut Anonima (2014), produksi kacang hijau
cenderung menurun selamakurun
waktu lima tahun terakhir (2009
sampai 2013) produksi kacang hijau adalah
berturut-turut 4.426 ton,
1.134 ton, 1.121
ton, 3.817 ton
dan 720 ton,sehingga untuk memenuhi
kebutuhan kacang hijau dilakukan impor sebesar29.443
ton pertahun. produksi Indonesia
yaitu 237.142,8 ton/tahun yangdisebabkan
antara lain :
kesuburan tanah yang
rendah dan semakin terbatasnyalahan produktif
yang dapat digunakan
untuk budidaya kacang
hijau. Salah satuupaya yang
dapat dilakukan dengan
melakukan sistem tumpang sari untuk mengefisienkan penggunaan lahan
(Anonima.
2014)
Comments
Post a Comment